mengenal KEBODOHAN

Kebodohan atau lemah dalam hal keilmuan adalah gerbang dari kelemahan-kelemahan yang lain. Kemiskinan dan kehinaan adalah rentetan pasti dari lemahnya ilmu. Kondisi ummat pada masa Rasulullah Muhammad SAW diutus dinamakan para sejarawan sebagai zaman jahiliyah atau zaman kebodohan. Yang jadi pertanyaan, apakah masyarakat kota Makkah pada masa itu lemah tingkat intelektualnya, sehingga mereka dikatakan masyarakat jahiliyah ? Sebaliknya, bahkan para sejarawan mengatakan bahwa masyarakat Arab pada masa itu adalah penggemar syair-syair yang bermutu dan mampu menghapal syair-syair tersebut walau hanya sekali mendengar. Dan para penyair mereka adalah penyair-penyair yang handal dan karya mereka abadi hingga saat ini. Mustahil orang yang lemah daya nalar intelektualnya mapu menghasilkan karya yang bermutu tinggi, dan mustahil masyarakat yang bodoh menggemari dan mampu menghapalkan syair.

Agar mendapat persepsi yang lebih tepat tentang makna kelemahan ilmu atau kejahilan, kita lihat kepada makna dari jahiliyah menurut bahasa aslinya, bahasa Arab. Jahiliyah bentukan dari kata dasar jahila yang – dalam kamus Al-munawwir – mengandung arti : Dhiddu ‘alima, hamuqa dan tajhalul amri.

Dhiddu ‘alima (lawan kata dari: mengetahui) artinya tidak mengetahui tentang sesuatu. Kita dikatakan jahil tentang sesuatu bukan berarti kita tidak mengetahui apapun, karena bisa saja kita bodoh dalam satu hal, tetapi sangat mengerti tentang sesuatu yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak tahu tentang ilmu ekonomi tapi dalam hal tehnik mesin dia sangat paham, jadi orang ini tidak bisa kita katakan sebagai orang yang bodoh.

Arti jahil berikutnya adalah hamuqa (bodoh), artinya tolol atau naif. Seseorang dikatakan naif atau tolol ketika dia memilih sesuatu yang merugikan dirinya dan meninggalkan sesuatu yang bermanfaat. Tersebut dalam Kilasan Kawat Dunia di Harian Kompas tanggal 4 April 2005, Michael Jackson mendapat peringkat teratas, Presiden George W. Bush mendapat rangking ke-5, juga ada Janet Jackson, dan Martha Stewart seorang ahli tata boga Amerika Serikat mendapat peringkat dalam survey keenam “Orang Amerika Paling Bodoh tahun 2005”. Pemeringkatan tersebut berdasarkan hasil survei tahunan “Hari Gila di Bulan April” yang diikuti oleh 80 % dari 1.030 orang yang turut ambil bagian dalam survei tersebut.

Kebodohan yang melanda mereka masuk dalam kategori ini. Seorang Superstar, Raja Pop sedunia tidaklah mungkin orang yang kecerdasannya pas-pasan, begitu juga dengan seorang Presiden Negara Adidaya mustahil orang yang ber IQ rendah. Mereka dinilai sebagai orang yang bodoh karena kenaifan dari sikap dan tindakan-tindakan yang mereka ambil.

Kemudian tajhalul amri (tak peduli), artinya seseorang yang bersikap tidak mau ambil pusing dengan apapun, dia membodokan diri (masa bodo) saja terhadap sesuatu. Seorang yang tak ambil pusing dengan jeritan rakyat yang melarat dan tetap hidup berpoya-poya, seorang yang melakukan kebatilan dan kezhaliman tanpa mau berusaha untuk memahami dampak dari perbuatannya terhadap kemanusiaan, seorang koruptor yang mengerogoti asset negara tanpa pernah mau tahu apa yang dilakukannya merupakan tindakan yang memperkaya diri tapi memiskinkan negara; adalah beberapa contoh kebodohan dalam kategori tajhalul amri.

Dari ulasan di atas, ternyata hampir bisa dikatakan bahwa makna kelemahan ilmu atau kebodohan tidak tergantung pada intelektualitas seseorang. Seorang ilmuwan dalam suatu bidang bisa saja bodoh dalam bidang yang lain; seorang yang kaya, terkenal dan kuasa ternyata juga dapat terperangkap dalam kebodohan yang dinampakkan berupa kenaifan-kenaifan sikap, tingkah dan perbuatannya; seorang yang diembankan amanah untuk mengelola suatu urusan – tentu karena kecakapannya – , bisa saja (bukan boleh saja) bersikap masa bodo terhadap akibat negatif dari penyelewengannya.

Pada hakikatnya, seseorang dikatakan cerdas apabila dia mampu memilih yang terbaik bagi dirinya, bersikap dan bertindak menurut apa yang diketahuinya dan peduli dengan kondisi yang ada di sekitarnya; walaupun mungkin pendidikannya pas-pasan dan daya nalarnya terbatas. Sebaliknya, seseorang sudah memadai untuk disebut sebagai orang yang bodoh apabila dia mengetahui kebenaran tetapi lebih memilih kebathilan, sikapnya serampangan dan tindakannya merugikan orang lain dan juga dirinya, tak tak mau ambil peduli dengan realita yang ada di depan matanya. Dan hal ini bisa saja menjangkiti seorang yang berpendidikan tinggi, terkenal, berkuasa dan pintar.

Kembali ke awal tulisan, para sejarawan mengatakan bahwa masa-masa pra kenabian Muhammad SAW sebagai zaman jahiliyah alias zaman kebodohan. Dan kemudian sejarah menyaksikan bahwa Mumammad SAW dengan Risalah (Al-Quran) yang dibawannya dan sistem kehidupan yang diterapkannya (Islam) telah membawa ummat manusia ke alam yang terang benderang.

Dan pertanyaan untuk kita, apakah kita sudah berada dalam peradaban yang terang benderang ? Pembuktiannya mana ? Atau malah sebaliknya, kejahilan telah kembali menguasai peradaban manusia. Jika demikian, apa yang akan kita lakukan ? Revolusi. Ya, api revolusi mari mulai kita nyalakan : Revolusi Pencerahan.

Syufrizal Abu Ikhwan

8 Juli 2009

Ayat-ayat Al-Quran Yang berkenaan Dengan Pekerjaan

Ayat2 Alquran Tentang Hal2 Yg Berkenaan Dgn Pekerjaan

1. Perintah bekerja :

Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Tawbah /9: 105).

Beramal artinya beraktifitas dalam dan demi hidup dan kehidupan. Karena dalam Islam tidak dikenal pemisahan antara dunia – akhirat, agama – dunia, maka segala aktifitas hidup dan kehidupan merupakan amal yang diperintahkan oleh Islam.
Segala bentuk pekerjaan atau perbuatan bagi seorang muslim dilakukan dengan sadar dan dengan tujuan yang jelas yaitu sebagai bentuk pengabdian kepada Allah semata-mata sebagimna firmanNya : “tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepadaKu” (QS Adz-Zaariyaat/ 51 : 56)

2. Orientasi bekerja :
Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari permulaan (QS adh-Dhuha/93 :4).

Akhirat itu berasal dari kata “akhir” artinya kelanjutan proses dari yang awal; sesudah sekarang atau masa depan. Karena masa kehidupan itu berlangsung panjang dan lama, sedangkan kehidupan dimana kita memulai sesuatu itu singkat dan sementara, maka kita lebih mengutamakan kehidupan yang indah dan bernilai lebih baik di masa mendatang.
Oleh karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada masa mendatang, maka kita harus mempersiapkan atau menanam bibit kebaikan pada langkah awalnya, dan terus menerus memupuk dan memelihara kebaikan sebagai proses menuju kebaikan sempurna sebagai buah yang akan dipetik pada saatnya.

3. Melakukan analisa diri, perhitungan terhadap perbuatan masa lalu dan membangun motifasi demi kebaikan masa depan:

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dipersiapkannya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (QS Al-Hasyr/ 59:18)

Sebagai makhluk yang berfikir, manusia memiliki kesadaran akan waktu. Masa lalu merupakan pengalaman yang dapat ditimbanya menjadi pelajaran, masa sekarang merupakan kenyataan yang dihadapi yang juga merupakan matarantai serta akibat dari masa lalunya, dan masa depan sebagai harapan baginya.
Ada tiga masa yang pasti akan dijalani yang merupakan hari esok bagi manusia :
• hari-hari sesudah hari ini sepanjang kita masih berkesempatan menghirup udara dan melihat cahaya mentari; kita harus mempersiapkan diri dengan bekerja keras, sungguh-sungguh dan konsisten agar segala kebaikan, kemuliaan, dan kemakmuran dapat kita peroleh.
• Hari-hari sesudah kita mati; kita harus memperhatikan tentang kontribusi kita di tengah-tangah masyarakat dengan kebaikan-kebaikan yang telah pernah kita lakukan yang manfaat dan nilainya terus berkesinambungan.
• Hari-hari sesudah kehancuran alam semesta, disini kita tinggal menyerahkan keputusan tentang amal kita kepada Allah, yang pasti Allah tidak akan mendustai janjinya, maha akurat perhitungannya serta tidak akan menzhalimi hamba-hambaNya. Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan kebaikan walau senilai zarah akan diperlihatkan bagi mereka (balasan)nya, dan barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang salah walau senilai zarah maka dia pun akan melihat (ganjaran)nya.

4. Menjalin kebersamaan dan hubungan kerjasama atas dasar perbaikan kualitas hidup dan kehidupan:

…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…(QS al-Maidah/ 5 : 2)

Tidak ada manusia yang terlepas sama sekali dari orang lain, karena mereka hidup saling berinteraksi. Oleh karenanya, disadari atau tidak, seseorang pasti memerlukan orang lain dalam hidup dan kehidupannya.
Begitu juga dalam hal profesi atau pekerjaan, satu profesi membutuhkan profesi yang lain. Maka dalam hal ini kebersamaan dan hubungan kerjasama antar profesi/ pekerjaan merupakan suatu keniscayan.
Oleh karena pada fitrahnya manusia itu adalah makhluk sosial, maka jalinan kebersamaan dan hubungan kerjasama pasti diadakan oleh manusia, apa pun latar belakangnya.
Dan paling penting diingat, sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyidina Ali ibn Abi Thalib, bahwa “kebaikan yang tidak terorganisir, akan terkalahkan oleh kejahatan yang terorganisir”; kita harus mengadakan koordinasi yang harmonis antara satu profesi dengan profesi lainnya dalam melangkahkan tujuan bersama yaitu kebaikan yang hakiki.

5. Memahami pekerjaan/profesinya :
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda (QS Al-Lail /92:4).
Janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak berilmu tentangnya (QS Al-Isra/ 17 : 36).

Mengatakan disini mengandung makna yang luas, antara lain berkata dengan lisan, sikap dan tindak tanduk. Maka dalam menentukan pekerjaan/profesi yang kita pilih hendaklah kita pahami dahulu sebarapa besar potensi yang kita miliki dan peluang yang dapat kita ambil sebelum kita menentukan atau memilih suatu pekerjaan/profesi.

KESIMPULAN :
…Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari azab neraka…(QS AL-Baqarah/ 2: 202)

Dengan bekerja sungguh-sungguh dan senantiasa diiringi doa kepada Allah, kebaikan di dunia berupa kemuliaan, kewibawaan dan kemakmuran akan diperoleh sebagai anugerah kebaikan dariNya. Secara otomatis , kebaikan di akhirat tentu saja akan dianugerahkan Allah bagi orang yang berbuat tepat menurut jalan yang telah ditetapkanNya dan meneladani UtusanNya SAW.

Wallahu a’lam,
wassalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Syufrizal Abu Ikhwan Asy-Syahidi Ast-Syaththary