Cahaya Ilahi dari Gaza untuk Insan Atheis

Sembilan orang insya Allah syahid dibantai tentara Israel biadab, saat membawa bantuan ke Gaza. Para pahlawan itu berasal dari berbagai negara. Dunia mengecam, tapi para pemimpin Islam di dunia bungkam. Dimanakah para mujahid seperti Hanzhalah, Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid?

Sharifa menangis cukup lama begitu mendengar berita dari media massa mengenai pembantaian para aktivis di kapal  yang membawa misi kemanusiaan ke jalur Gaza. Air mata membasahi wajah dan sajadahnya, cukup lama dia merenungi semua itu.

Syarifa adalah anak pandai yang baik hati. Kecerdasannya terbelenggu oleh kemiskinan orang tuanya. Tiga tahun yang lalu Sharifa menelan kenyataan pahit. Setamat SMU dengan nilai tertinggi di sekolahnya, Sharifa tak bisa melanjutkan kuliah yang dia idam-idamkan. Hatinya sangat kecewa. Dengan profesi penjual sayur, orang tuanya tak mampu membiayai kuliah anak semata wayangnya.

Tak mau menyalahkan takdir, ia telan perasaan kecewa itu sendirian, dan akhirnya memilih menjadi BMI (Buruh Migran Indonesia) dengan tujuan Hong Kong. Dari informasi yang dikumpulkan, Hong Kong adalah negara terbaik untuk mengembangkan potensi dirinya. Meski bapak dan ibunya berat melepas, akhirnya luluh juga melihat tekad anaknya yang menyala-nyala.

Tiga tahun sudah Sharifa melakoni aktivitas sebagai TKW di Hong Kong, tabungan yang dia kumpulkan setiap bulan sudah cukup untuk biaya melanjutkan kuliah. Ia ingin segera pulang ke Indonesia dan memulai hidup baru. Selama di Hong Kong dia menahan rasa risih oleh cibiran orang yang menganggap rendah kasta TKW.

Namun demi melihat anak-anak Gaza yang kehilangan orang tua, wanita-wanita yang terzalimi oleh kebiadaban Israel, Sharifa berubah haluan. Nuraninya berontak, seakan ada benda tajam menusuk-nusuk hatinya. Dia buka lagi buku tabungannya, ada 20 juta rupiah, dan masih ingin menambahnya lagi jika bisa, karena masa kontraknya berakhir setahun lagi. Tapi, hatinya galau, jiwanya resah, dadanya bersimbah peluh sesak.

“Oh tidak, anak-anak Gaza itu lebih membutuhkan uang ini, bagaimana seandainya anak-anak tersebut adalah adikku, keponakanku atau anakku? Uang ini milk Allah, ujian bagi hamba-hamba-Nya,” gumamnya dalam hati.

Dia terus merenung dan mendesah, hingga akhirnya teringat terjemah ayat yang sering ia dengar di majelis Taklim BMI: “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS.2 Al-Baqarah 195)

“Ya Allah, aku ikhlas menyedekahkan harta ini di jalan-Mu,” batin Sharifa. Segera ia sambar telepon genggam, lalu menghubungi lembaga social yang menyalurkan bantuan ke Gaza. Uang 20 juta rupiah hasil memeras keringat selama tiga tahun itu diserahkan seluruhnya. Tak ada lagi sisa tabungan di rekeningnya, hanya ada beberapa lembar saja di dompetnya.

Alhamdulillah, semua sudah beres, Sharifa tersenyum lega setelah urusan penyerahan uang untuk anak-anak Gaza selesai.

“Ya Rabbi, tutupilah semua ini agar tidak diketahui oleh siapapun, karena hamba takut terjatuh pada perbuatan riya’,” doanya dalam hati.

—-

Jam telah menunjukkan pukul delapan malam waktu Hong Kong, saatnya Sharifa berkemas setelah menyelesaikan semua pekerjaan rutinnya. Setelah membersihkan diri, ia istirahat sejenak menungu waktu shalat isya dan mengaji.

Tok..tok..tok…!! “Sharifa!!” suara dari balik pintu kamar terdengar nyaring.

“Sebentar nyonya Lee!” jawab Sharifa sembari merapikan pakaiannya. “Ada apa malam-malam begini bosku memanggil?” gumamnya dalam hati.

“Ada apa Nyonya Lee?” Tanya Sharifa seraya membuka pintu.

“Aku ingin bicara hal penting denganmu Sha,” kata nyonya Lee dengan muka serius.

“Silahkan nyonya,” jawab Sharifa.

Nyonya Lee menghela nafas cukup panjang sebelum memulai bicara. Ia terdiam beberapa menit seperti sedang menahan sesuatu.

“Begini Sha,” nyonya Lee mulai membuka percakapan.

“Selama kamu bekerja pada keluargaku, aku tahu kamu sangat baik dan penuh tanggung jawab. Namun aku minta maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa mengizinkan kamu bekerja hingga selesai kontrak tahun depan. Ini tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia besok. Kupulangkan kamu ke negaramu, jangan bertanya apa alasanku, karena aku tidak ada waktu. Malam ini, kamu bisa mengemasi barang-barangmu, besok pagi-pagi sekali kamu bisa meninggalkan rumah ini. Sebagai ganti rugi, aku beri sebulan gaji,” nyonya Lee menjelaskan dengan agak ragu.

“Ada apa nyonya? Apa ada kesalahan fatal yang kulakukan sehingga harus di-PHK secara mendadak?” jawab Sharifa spontan.

“Sudahlah, aku berat sebenarnya memulangkan kamu, namun aku tidak mampu berbuat banyak. Besok pagi segeralah berkemas, maaf,” jawab nyonya Lee.

Usai bicara seperti itu, nyonya Lee langsung keluar dari kamar Sharifa.

Sharifa diam membisu, memikirkan apa sebenarnya alas an bosnya memecatnya, dengan cara mendadak pula.

“Ya Allah, bukankah uang di rekeningku sudah tak tersisa, aku akan pulang ke tanah air dengan tangan kosong. Tolonglah hamba ya Rabbi,” rintihnya dengan suara pelan.

Belum sempat ia menguasai diri setelah di-PHK, tiba-tiba dikejutkan oleh suara dari handphone. Sebuah SMS dari Indonesia.

“Nomor Budhe Dewi ada apa ya, biasanya kalau tidak penting Budhe Dewi gak bakal mengirim SMS,” gumam Sharifa.

“Assalamualaikum anakku Sharifa, apa kabarmu di negara seberang? Annaku, aku membawa kabar yang mungkin tidak seharusnya kuceritakan sekarang. Namun, setelah melalui musyawarah dengan keluarga besar, akhirnya kami memutuskan untuk mengatakan sekarang. Anakku, hidup ini akan memiliki makna jika kita menjadi pribadi yang mampu bersabar dengan semua ketentuan dan ujian dari-Nya. Anakku, atur hatimu sebelum membaca SMS budhe. Tadi siang ibumu mengalami kecelakaan agak parah, sehingga harus masuk UGD, untuk menjalani operasi. Harap Sharifa bersabar dan membantu dengan doa. Wassalam, Budhemu”.

Serasa pecah jantung Sharifa, tanpa sadar ia telah terjatuh di lantai, lunglai tanpa tenaga, air mata mengalir deras membasahi pipinya. Seakan hilang kesadaran, belum sempat ia kuasai diri dengan pemecatannya, belum sempat menata kekagetannya, tiba-tiba muncul berita yang lebih mengagetkan tentang musibah ibunya.

“Ya Allah, apa yang harus hamba perbuat saat ini? Darimana kudapatkan biaya buat wanita yang sangat kucintai, ya Allah? Betapa berat ujian yang yang Engaku berikan pada ibuku, besok aku akan pulang ke Indonesia dengan tangan hampa, oh betapa malangnya hamba-Mu ini.” Keluh Sharifa dalam isak tangis yang memilukan.

Sharifa hanya pasrah tak berdaya. Jiwanya laksana selembar kapas buram yang terombang-ambing memikirkan masalah yang melanda. Hilanglah ketegaran di dadanya, luluh sudah segala asanya. Hatinya berperang hebat, antara korban Israel di Gaza, pemecatan dirinya dari tempat kerja, dan kecelakaan yang menimpa ibunya.

Sharifa terus sesenggukan menangis hingga beberapa jam dan tak terasa tertidur di atas lantai, karena lelah memikirkan nasib dirinya.

Jarum jam menunjukkan pukul 2.00 malam, ia tergagap bangun, ingat bahwa tadi tertidur dengan keadaan lelah, lupa berdoa dan berwudhu.

“Ya Allah, aku tertidur dalam keadaan kufur, menangisi masalah dengan melupakan rahmat-Mu, astaghfirullahal azhim…” rintih Sharifa dengan penuh penyesalan.

Segera ia ambil air wudhu, membasuh muka, kepala, tangan dan kaki, meresapi makna dari wudhu, membuang berbagai kotoran yang bersarang di hatinya melalui percikan-percikan air.

Ia tunaikan shalat tahajjud, disambung dengan witir. Usai shala dengan sempurna, ia lakukan muhasabah (introspeksi) terhadap dirinya sendiri. Sharifa tenggelam dalam samudera istighfar dan renungan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits. Beberapa surat dibaca, dihayati, kemudian dihujamklan dalam relung hatinya. Air matanya pun meleleh.

“Tidak ada satu musibah pun yang menimpa seseorang melainkan atas izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan memberi petunjuk dalam hatinya, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (at-Taghabun 11).

“Dan sunguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun,’ Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al-Baqarah 155-157).

“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin itu, semua urusannya adalah kebaikan, dan hal itu tidak mungkin terjadi kecuali pada seorang mukmin, jika ia mendapatkan kenikmatan ia bersyukur, maka itulah yang terbaik untuknya, dan jika ia tertimpa kesusahan ia bersabar, maka itulah yang terbaik untuknya” (HR. Muslim).

“Apa-apa yang menimpa seorang mukmin baik berupa derita yang menahun, keletihan, penyakit, kesedihan bahkan hingga kegundahan yang ia alami kecuali akan dihapus dengannya sebagian dari kesalahannya” (HR. Muslim).

Serasa lenyap a pa yang dirasakan Sharifa, tiba-tiba ia merasakan ada kekuatan menghadapi kenyataan yang beberapa jam dirasakan sangat berat.

“Ya Allah, ampuni hamba-Mu yang hina dan miskin bersyukur ini. Kulupakan Engkau dalam urusan duniawi. Ampuni hamba ya Allah. La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minazzolimin. Ya Allah, Engkau Maha Kuat, Maha Kaya, Maha Mulia, Maha Penyayang, pada-Mu kuadukan segala masalah yang tidak lagi kuat hamba memikulnya, ya Allah. Aku tidak pernah meragukan-Mu, aku yakin Engkau sedang menyiapkan kehidupan yang indah un tukku, namun diri ini terlalu lemah untuk menggali hikmah di setiap takdir indah-Mu. Ya Allah bimbing hati ini untuk meniti jalan yang Engkau ridhai, tuntu n diri ini pada kehidupan yang mengundang rahmat-Mu. Mungkin bagi orang lain masalah ini biasa, tapi bagiku sangat berat ya Allah. Tiada satupun familiku di negara orang. Tidak ada satupun keluargaku di sini. Ya Allah, kuatkanlah hati dan jiwa ini, jangan jatuhkan hamba yang hina i ni pada kekufuran yang menyebabkan Engkau murka. Mudahkanlah urusan ini, berilah jalan bagi ujian yang menimpa ibuku. Sungguh, aku mencintainya karena Engkau, kasihi dia ya Allah, rahmati dia.”

Butiran-butiran air mata mengalir dalam doa Sharifa, ada kesejukan dia rasakan, mulai muncul seonggok ketegaran di hatinya. Bukan dirinya sendiri yang mam pu membalikkan hati, namun Allah Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta segala yang ada di langit dan di bumi.

“Ah, sudah jam empat pagi, baiknya aku merapikan barang-barangku sambil menanti waktu subuh tiba,” gumam Sharifa.

****************

Waktu bergulir deng an begitu cepat, sepanjang perjalanan menuju bandara, Sharifa memilih menghabiskan waktu dengan memperbanyak istighfar. Setiba di bandara ia segera melakukan check in, lalu menuju prayer room untuk menjalankan shalat jamak Zuhur dan Ashar.

Jam telah menunjukkan pukul 2.15 siang waktu Hong Kong, berarti satu setengah jam lagi pesawat yang akan ditumpangi mendarat. Sharifa baru sadar sedari pagi belum makan apa-apa, setelah menerima uang gaji satu bulan dari bosnya, ia langsung pamit secara baik-baik dan berangkat ke bandara.

Sharifa merasakan perutnya perih menahan lapar, sambil menunggu waktu penerbangan pesawat, ia memesan makan di sekitar bandara, sesekali pikirannya mengembara. Seluruh keluarga di tanah air tidak ada yang tahu dengan rencana kepulangannya yang mendadak. Sengaja Sharifa juga tidak memberi tahu karena takut menambah beban keluarganya jika harus menjemput dirinya ke bandara Juanda di Surabaya. Belum selesai ia habiskan makan an dan minuman ringan yang ia pesan, tiba-tiba dikagetkan oleh panggilan lantang di pengeras suara yang bisa didengar oleh seluruh orang yang ada di bandara.

“Miss Sharifa binti Hamid 737-090 flight number, please feel free to come in the room to check ini because there is interest. Thank you.”

Sharifa kaget dan bingung, “Perasaan urusanku tadi sudah beres semua, kok disuruh dating ke ruang check-in, ada apa ya,” Tanya Sharifa dalam hati.

Saat Sharifa berjalan meuju ruang check-in, dua puluh meter lagi akan sampai di tempat yang dituju, bola matanya terbelalak melihat mantan bosnya berdiri disana, di sebelahnya ada tiga polisi Hong Kong. “Ya Allah, ada apa ini, apakah ada kasus yang pelik? Mengapa mantan bosku kemari bersama poli si?” Sharifa bertanya-tanya sendiri dalam hati.

“Ah, aku tidak berbuat apa-apa, baiknya aku husnudzon,” Sharifa mencoba menghibur diri. Baru saja Sharifa berjalan lima langkah, tiba-tiba nyonya Lee berlari menghambur ke arahnya, memeluk Sharifa erat dengan iringan tangis. “Ya Allah, ada apa ini?” batin Sharifa dengan wajah yang bingung mematung.

“Maafkan aku Sharifa, maafkan aku, maafkan aku,” ucap nyonya Lee berkali-kali pada Sharifa.

Tentu saja Sharifa makin bingung, mulutnya terkunci, pikirannya sibuk menelaah kejadian yang ia alami, ia atur nafas beberapa menit, kemudian berusaha membuka percakapan dengan mantan bosnya itu.

“Nyonya Lee,” akhirnya mampu juga Sharifa memulai percakapan, “Apa yang sedang anda lakukan? Ada apa anda datang ke bandara mencariku, memeluk dan menangis seraya meminta maaf?”

Nyonya Lee dili puti rasa bimbang, wajahnya tempias, perlahan-lahan ia lepaskan pelukannya dari Sharifa, ia segera mengatur posisi, menyadari akan kondisiny a di tempat umum. Ia hirup nafas dalam-dalam, ia usap air mata secara perlahan.

“Jangan pergi Sha! Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya, maafkan aku dan suamiku kemarin. Kami tak bermaksud mempermainkanmu. Kami hanya ceroboh dan tergesa-gesa mengambil keputusan. Waktumu sejam lebih, masih ada waktu untuk kita bicara,” Nyonya Lee b erusaha menjelaskan duduk permasalahannya pada Sharifa.

Sharifa kian bingung mendengar celoteh nyonya Lee.

“Sha, tentang pemecatanmu, benar-benar aku dan suamiku yang salah. Aku mendengar berita-berita buruk tentang Islam, dan kamu adalah muslimah, rambutmu selalu tertutup kain lebar selama bekerja untukku, dan anakku perempuan telah mengalami masa hampir puber. Aku takut jika berita-berita yang media katakan itu benar lalu berimbas pada anakku, maka aku putuskan memecatmu, walau kami tahu, kamu wanita yang baik dalam pan dangan keluarga kami,” Nyonya Lee menghela nafas sebelum melanjutkan bicara, “Dan ternyata kami ini salah dan ceroboh.”

“Berita apa yang anda dengar tentang Islam, Nyonya?” Sharifa menyela mantan bosnya, karena rasa penasarannya telah mencapai ubun-ubun.

“Sha, aku minta maaf, anak buah di kantorku dan media di negara ini memandang Islam secara negatif. Aku terpengaruh opini yang kami dengar bahwa agamamu k eras. Sungguh aku salah dan ceroboh menyaring berita,” Nyonya Lee menjelaskan.

Sharifa terharu. “Lalu kenapa anda mencariku ke bandara? Saya tidak banyak waktu, izinkan saya pergi sekarang,” pinta Sharifa dengan nada hampir menangis mendengar penjelasan nyonya Lee.

Islam adalah agama yang agung dan indah, bahkan orang Barat berbondong-bondong memeluk Islam. Wartawati Yvone Redley menjadi muallaf setelah ditangkap Taliban, tapi nyonya besar ini rupanya tidak mau mencari tahu lebih tentang Islam secar detil dan objektif.

“Jangan Sha,” nyonya Lee menyahut dengan cepat dan menarik tangan Sharifa saat Sharifa hendak membalikkan tubuh untuk meninggalkannya.

“Sha, jangan pergi du lu, tolong dengarkan dulu penjelasanku. Tadi pagi, satu jam setelah kamu meningalkan kami, mamaku datang mendadak tanpa menelpon dulu, kemudian menanyakan kamu. Setelah kami jawab kalau kamu sudah kami pulangkan ke Indonesia, mama marah besar. Kuceritakan alasanku memecatmu, mama semakin marah terhadap kebodohan kami. Mama menyuruhku menelpon Islamic Centre untuk bertanya langs ung akan opini buruk tentang Islam yang kami yakini. Sebelum kami bicara panjang lebar dengan imam di Islamic Centre di Masjid Ammar Wanchai, mama menceritakan tentang segala kebaikan dan akhlakmu,” kisah Nyonya Lee.

“Kata mama kau adalah manusia langka. Mama juga bercerita bahwa kamu adalah anak yang dermawan dan suka membantu sesama, kamu adalah manusia muda langka di negara kami, kecantikanmu terjaga di balik kain panjang. Tiba-tiba saja aku menangis dan merasa kehilangan. Aku tidak punya alasan untuk mendebat semua penjelasan mama karena aku tahu mamaku adalah orang yang baik dan jujur. Kupikir mama benar juga, selama aku dan suamiku memimpin ribuan orang di perusahaan, belum pernah kami temui pekerja yang ikhlas tanpa pamrih,” suara Nyonya Lee tersendat, tangis sendu menghalanginya untuk bicara lebih banyak.

Sharifa tak kalah he bat, ia menangis mendengar penuturan mantan bosnya. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala di hadapan mantan bosnya itu, sungguh ia tidak faham sandiwara tersebut.

“Baiklah Sha, aku to the point saja. Di Islamic Centre tadi kami dilayani imam dari Yaman. Ia amat bijaksana menjawab pertanyaan yang diajukan, kemudian kami ingin bukti kebenaran agama kalian.” Kata Nyonya Lee.

“Sang imam juga bercerita tentang perjuangan dan keteguhan anak-anak Gaza yang penuh semangat dalam belajar di balik reruntuhan bangunan yang dibombardir Israel. Sungguh kami trenyuh dan kagum terhadap Islam. Selesai memberi penjelasan, sang imam meminta kami berpikir. Kami pun pulang dengan pikiran galau, di satu sisi kami berhasrat kuat memeluk Islam, tapi disisi lain kami takut dikira kurang waras oleh orang-orang dekat kami.” Tutur Nyonya Lee yang ditutup dengan isak tangis. Ia tak mampu lagi berkata-kata, langsung saja ia jatuhkan diri dalam pelukan suaminya. Tuan Lee, suami Nyonya Lee yang sebenarnya selalu serius dan tegas bila bicara, kali ini bersikap beda. Ada air mata di sudut matanya, pemilik perusahaan travel Hong Yip Kee yang mempunyai puluhan kantor tersebut ikut terharu melihat istri dan mantan pembantunya.

Sharifa tak bisa menja wab dengan kata-kata, tangisnya kembali pecah. Cerita nyonya Lee mengaduk-ngaduk hatinya. Rasa gembira bercampur haru, mendengar penuturan sang mantan bosnya.

“Sharifa,” lemah namun tegas nyonya Lee memanggil dengan linangan air mata yang masih menghiasi matanya, “Kembalilah bekerja di rumahku. Tiket penerbanganmu bisa dibatalkan dan nanti akan kuurus lagi visamu. Empat puluh menit lagi pesawat yang kau tumpangi akan fly, pikirkan lagi tawaranku.”

“Sha, besok jam sepuluh pagi kami sekeluarga bersyahadat di Islamic Centre. Kuharap kamu hadir di acara ini,” pinta Nyonya Lee.

Sharifa tak memberi jawaban apapun. Tanpa dikomando, Sharifa merebahkan badannya ke lantai. Sujud syukur dipanjatkan mendengar berita suka cita ini. Pemandangan aneh di negara mayoritas non Islam itu pun menyedot puluhan pasang mata memandang ke arah mereka.

Sharifa bangit dari s ujud. “Subhanallah….Alhamdulillah,” Sharifa mengucap syukur berulang kali, air mata mengucur membasahi jilbabnya. Ia pun lupa terhadap ujian berat yang sedang menimpanya.

“Maaf Nyonya Lee, aku harus pulang sekarang, ibuku masuk UGD karena kecelakaan,” Sharifa meminta izin pergi.

Nyonya Lee masih berat melepaskan kepergian Sharifa. Kekagetan terpancar dari wajah Nyonya Lee saat mendengar ibunya Sharifa mengalami kecelakaan.

“Sha, kami prihatin , aku ingin ibumu segera mendapat perawatan yang baik. Kapan kejadiannya, kenapa kamu gak cerita? Sha, jika kamu bersedia bekerja lagi me ngasuh anakku, aku bantu agar kamu bisa sambil kuliah di universitas terbaik di Hong Kong. Nanti akan kubatasi jam kerjamu, agar seimbang dengan waktu kuliahmu. Soal biaya pengobatan ibumu, biarlah kami yang menanggung, pulanglah besok atau lusa setelah visamu diperpanjang,” pinta Nyonya Lee agar Sharifa membatalkan kepulangannya ke tanah air.

Belum sempat Sha rifa menjawab, Nyonya Lee kembali mengungkapkan kebahagiaan hatinya.

“Tadi imam Masjid Ammar bercerita tentang pembantaian di kapal Mavi Marmara, aku trenyuh, hingga aku dan suamiku memutuskan untuk menginfakkan salah satu perusahaan kami untuk anak-anak di Gaza. Sungguh aku iri kepada mereka, iman mereka setegar gunung. Sha, tolong jangan tinggalkan kami saat iman kami masih lemah,” rayu Nyonya Lee.

Air mata Sharifa telah kering. Baginya ini seperti mimpi, sekejap saja kejadian tak lazim terjadi, ia berdiri mematung, menarik nafas pelan untuk menguasai diri. Ia t ak menduga, dibalik musibah dan pemecatan dirinya terdapat anugerah terbesar menjadi jalan bagi Nyonya Lee dan keluarganya untuk menemukan keagungan Islam.

Ya Allah, begitu indahnya rencanamu, aku berkesempatan kuliah di Hong Kong sambil menemani muallaf Kong Kong. Ini kesempatan juga bagiku untuk berdakwah, namun jauh di tanah air sana ibuku sedang tergolek menderita di UGD. Apa yang harus aku lakukan? Istikharah! Ya, istikharah untuk meminta petunjuk Allah, keputusan mana yang harus diambil.

“Nyonya Lee, b erikan aku waktu untuk memilih keputusan dengan memohon bantuan Allah,” jawab Sharifa.

“Silahkan Sha,” jawaban Nyonya Lee dengan tersenyum ramah.

Sepuluh menit kemudian, Sharifa menemui nyonya Lee di tempat semula. Melihat Sharifa muncul dari prayer room dalam keadaan ceria, hati Nyonya Lee deg -degan, jantungnya berdetak cemas menungu jawaban Sharifa. Di mata nyonya Lee, kehadiran Sharifa amat berharga, karena akhlaknya yang me mbuat nyonya Lee menaruh kepercayaan besar.

“Nyonya Lee,” Sharifa memulai lagi pembicaraan, “Sebelum kujawab, aku mau bertanya satu hal, anda mengagetkanku dengan membawa polisi, kenapa?”

“Sharifa,” nyonya Lee tersenyum ke arah Sharifa, ia lupa untuk menjelaskan kepada Sharifa alasannya membawa polisi yang mengawalnya ke bandara, “Aku sengaja menyewa polisi untuk mengawalku. Mereka merekam semua pembicaraan kita tadi sebagai bukti bahwa aku tidak main-main. Jika a ku ingkar, kamu punya bukti kuat menuntutku di pengadilan Hong Kong.”

“Subhanallah…!!” Sharifa terharu dengan kesungguhan Nyonya Lee. “Baiklah Nyonya, aku bersedia bekerja lagi pada anda setelah pulang ke Indonesia untuk mendampingi ibuku selama dirawat, sekalian mengurus keperluan-keperluan kuliah nanti.”

“What? Kamu serius? Thanks a lot Sha,” jawab Nyonya Lee kegirangan dengan wajah berbinar-binar. “Baiklah sha, aku bersedia mengikuti syarat yang kamu ajukan. Ten tang biaya pengobatan ibumu, biarlah kami yang menanggung, ini yang akan mengurus barang-barangmu yang sudah check-in dan menunda penerbanganmu. Sekarang juga kita urus visa dan kontrak kerjamu. Besok pagi kamu harus ikut saksikan kami yang akan bersyahadat. Sorenya kau bisa pulang ke Indonesia merawat ibumu. Kalau ibumu sudah sembuh, cepatlah kembali ke Hong Kong.”

Sharifa dan Nyonya Lee berpelukan lama, suami nyonya Lee membiarkan sang istri meluapkan kegembiraannya. Cintanya terhadap istrinya sangat besar, sehingga keputusan istripun akan diterima dengan ikhlas. Ia hanya berdiri tersenyum sambil menitikkan air mata, larut dalam kebahagiaan, bahkan polisi yang mengawalnya ikut terharu melihat kejadian tersebut.

Kuncup senja tersenyum, awan merona, langit pun bertasbih. Indahnya sebuah hidayah telah mengguyur dada insane atheis, hingga kuntum-kuntum iman be rmekaran []

Dipetik dari sebuah buku Cerpen Antologi “CAHAYA ILAHI DARI GAZA UNTUK INSAN ATHEIS” karya Yuliana, seorang Nakerwan di Hong Kong, Birrul Walidain, Hong Kong – Cet.Pertama, Oktober 2010.

13 responses to “Cahaya Ilahi dari Gaza untuk Insan Atheis

  1. subhanaallah… sampai nangis baca ceritanya.. semoga bisa berpengaruh baik dlm kehidupanku dan para pembaca, ameen ya Allah.. thnk you buat penulis ..

  2. Saya sampai hampir menangis terharu membaca kisah ini, gak nyangka masih ada manusia yg mampu mendermakan seluruh hartanya di jalan Allah SWT

    • Saudaraku Yudi, subhanalloh…itulah tandanya orang yang mempunyai qolbu yang bersih, mudah tersentuh oleh kebaikan.
      Semoga tetap istiqomah, mskpn kita mungkin belum dapat melakukannya, semoga tetap istiqomah…
      Syukron telah berkunjung ke SC ya, salam dari saya…

  3. b’kata..” Subhanallah, sebuah cerita mampu m’gugah simpati & empati. Titipan HATI sang penulis pd cerita ini mampu MENYENTUHku. Krn mgkin sj sesuatu hal itu buruk bg kita tp baik dsisi ALLAH buat kita. Adalah hal biasa jk kita b’bagi d saat kita mampu, tp b’bagi dsaat kita sendiri kekurangan, itu adl hal yg sangat LUAR BIASA. ” Salut buat penulis cerita ini.

  4. b’kata..” Subhanallah, sebuah cerita mampu m’gugah simpati & empati. Titipan HATI sang penulis pd cerita ini mampu MENYENTUHku. Krn mgkin sj sesuatu hal itu buruk bg kita tp baik dsisi ALLAH buat kita. Ada hal biasa jk kita b’bagi d saat kita mampu, tp b’bagi dsaat kita sendiri kekurangan, itu adl hal yg sangat LUAR BIASA. ” Salut buat penulis cerita ini.

    • Anda benar sekali, saya sependapat dgn anda…sengaja saya pilihkan kisah-kisah yang bermutu dan bisa menggugah hati kita untuk berbuat lebih baik. Makasih telah berkunjung ke SC ya…

Tinggalkan komentar